MAKALAH
FARMAKOLOGI I
“ANTIPIRETIK, ANALGESIK, DAN ANTIINFLAMASI”
DI SUSUN OLEH
:
NAMA: Isma Oktadiana
NIM: 713902S.12.029
SEM: II
PROGRAM STUDI
DIII FARMASI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MATARAM
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmatnya yang telah diberikan kepada
kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analgesik, Antipiretik, dan Antiinflamasi”
yang merupakan tugas kami pada Semester II
dalam mata kuliah Farmakologi I guna memenuhi kegiatan belajar mengajar.
Kami ucapkan terima kasih pada
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya dan teman – teman yang memberikan dukungan dan masukannya
kepada kami dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga tugas ini dapat
terselesaikan oleh kami sebagaimana mestinya.
Namun sebagai manusia biasa, kami
tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saran serta kritik yang
membangun senantiasa kami terima sebagai acuan untuk tugas-tugas kami
selanjutnya.
Mataram, Juli 2013
Hormat kami,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Obat-obat analgesik antipiretik serta obat
anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen,
bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat
ini ternyata memeliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek
samping. Protip obat gologan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini
sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin Sifat dasar obat antiinflamasi
non-steroid. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadfi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus parasetamol, hambatan
biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti
di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang
dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek antiinflamasi
parasetamol praktis tidak ada.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan
terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa
makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi obat adalah perubahan efek
suatu obat akibat pemakaian obat dengan bahan-bahan lain tersebut termasuk obat
tradisional dansenyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi
jika duaatau lebih obat sekaligus dalam satu periode (polifarmasi )
digunakanbersama-sama. Interaksi obat berarti saling pengaruh antarobat
sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam
proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses
tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan
eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara
bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat
berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.
Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili
sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk
obat antiradang non-steroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan
ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam
dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan opidium bisa
menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi).
Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.
Analgesik seringkali digunakan secara gabungan
serentak, misalnya bersama parasetamol dan kodeinpseudoefedrin untuk obat
sinus, atau obat antihistamin untuk alergi. dijumpai di dalam obat penahan
sakit (tanpa resep). Gabungan obat ini juga turut dijumpai bersama obat
pemvasocerut seperti
Analgesik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgesik-antipiretik adalah obat yang
mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya
memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan,
infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau
kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang
reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir
dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris
ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus
(optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa
sebagai nyeri.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah definisi dari analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi?
2.
Bagaimana cara kerja dari analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi?
3.
Apa sajakah macam-macam dari analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi?
4.
Apakah kegunaan dari obat analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi?
5.
Apa sajakah contoh dari masing-masing obat analgesik, antipiretik, maupun
antiinflamasi?
1.3
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui definisi dari analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi.
2.
Untuk mengetahui cara kerja dari analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi.
3.
Untuk mengetahui macam-macam dari anlgesik.
4.
Untuk mengetahui kegunaan dari obat analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi Untuk mengetahui gangguan atau kelainan pada tulang.
5.
Untuk mengetahui contoh obat dari masing-masing obat analgesik, antipiretik, maupun
antiinflamasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
DEFINISI ANALGESIK,
ANTIPIRETIK, DAN ANTIINFLAMASI
2.1.1
Analgesik
Analgesik adalah
obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.
2.1.2 Antipiretik
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh
yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri
dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
2.1.3 Antiinflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal
terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk
mengaktifasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan,
dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses
peradangan biasanya reda. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan
oleh suatu zatyang tidak berbahayaseperti tepung sari, atau oleh suatu respon
imun, seperti asma atau artritisrematid.
Antiinflamasi adalah obat yang dapat
mengurangi atau menghilangkan peradangan
2.2 CARA KERJA DARI ANALGESIK,
ANTIPIRETIK, DAN ANTIINFLAMASI
Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan
menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri
& demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak
lagi mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya
berangsur-angsur menghilang.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya
memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan,
infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau
kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang
reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir
dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris
ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus
(optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa
sebagai nyeri.
2.3 MACAM-MACAM
ANALGESIK
2.3.1
Macam-Macam Analgesik
a. Analgesik opioid / analgesik
narkotika
Merupakan
kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan
obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha
untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan
tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.
Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti fraktur dan kanker. Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu
skema bertingkat empat, yaitu : obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal;
parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein atau tramadol, obat sentral
(Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid parenteral. Guna memperkuat analgetik
dapat dikombinasikan dengan co-analgetikum, seperti psikofarmaka (amitriptilin,
levopromazin atau prednisone).
Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat
sekali dengan tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya
mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan
nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta
ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala
abstinensia bila pengobatan dihentikan.
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang
hebat, teteapi potensi. Onzer, dan efek samping yang paling sering adalah mual,
muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotansi
serta depresi pernafasan.
Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang
paling banyak dipakai untuk nyeri walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat
ini di Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupakan standar yang
digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotika lainnya. Selain
menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euphoria dan ganguan mental.
Ada 3
golongan obat ini yaitu :
1.
Obat
yang berasal dari opium-morfin.
2.
Senyawa
semisintetik morfin, dan
3.
Senyawa
sintetik yang berefek seperti morfin.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang samapi sekarang masih
digunakan di Indonesia :
- Morfin HCL,
- Kodein
(tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
- Fentanil
HCL,
- Petinidin,
dan
- Tramadol.
b. Analgesik Non Narkotik
Terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat
inidinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf
Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua
analgetika perifer juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan
pada keadaan demam, maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya
berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran
kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Efek
analgetik timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau di tempat cedera.
Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat
aktif seperti brandikinin, PG, dan histamine. PG dan brankinin menstimulasi ujung
staraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat
sintesis PG dan brankinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor
nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah
golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat
sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat.
c. Analgesik Antipiretik Non-Narkotika
·
Analgesik: anti nyeri
·
Antipiretik: anti demam
·
Obat non narcotik analgetik antipiretik: obat yang
dapat menghilangkan/ mengurangi rasa nyeri dan dapat menurunkan suhu tubuh
dalam keadaan demam, tanpa mengganggu kesadaran
Cara Kerja
Analgesik:
·
Central (Thalamus) → dengan jalan meningkatkan nilai
ambang rasa nyeri
·
Perifer: merubah interpretasi rasa nyeri
·
Antipiretik: melalui termostat di hipotalamus →
mempengaruhi pengeluaran panas dengan cara: vasodilatasi perifer dan
meningkatkan pengeluaran keringat
·
Anti inflamasi: menghambat sintesa prostaglandin
·
Prostaglandin menimbulkan eritema, vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah lokal
Farmakodinamik
·
Efek analgesik: efektif terhadap nyeri intensitas
rendah sampai sedang (sakit kepala, mialgia, artralgia, nyeri yang berasal dari
integumen, nyeri inflamasi)
·
Efek antipiretik: menurunkan suhu saat demam, (fenil butason
dan antirematik tidak dibenarkan sbg antipiretik)
·
Efek anti inflamasi: untuk kelainan muskuloskeletal
(artritis rematoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa), hanya simptomatis
Efek samping
·
Induksi tukak lambung, kadang disertai anemia skunder
akibat perdarahan saluran cerna
·
Gangguan fungsi trombosit → gangguan biosintesis
tromboksan A2 (TXA2) → perpanjangan waktu perdarahan (efek ini dimanfaatkan
untuk profilaksin trombo-emboli)
·
Gagal ginjal pada penderita gangguan ginjal → gangguan
homeostasis ginjal
·
Reaksi alergi: rinitis vasomotor, edem angioneurotik,
urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi sampai syok
Klasifikasi non narkotik Analgesik Antipiretik
1.
Salisilat
2.
Asam organik
3.
Para aminofenol
4.
Firazolon
5.
Quinolon
6.
Non Addicting Opioid
Golongan Salisilat
- Merupakan derivat asam salisilat, berasal dari tumbuhan Willow Bark = Salix alba
- Efek farmakologi:
- Anti inflamasi → menghambat sintesa prostaglandin
- Analgesik → sentral dan perifer
- Antipiretik → termostat hipotalamus
- SSP →respirasi (dosis tinggi → depresi pernafasan → respirasi alkalosis → metabolik asidosis, behavior, nausea dan vomiting
Efek farmakologi:
- Endokrin → ACTH ↑, sintesa protrombin ↓, menghambat agregasi trombosit (blooding time ↑)
- Farmakokinetik:
- Reabsorbsi di lambung dan usus,
- Distribusi ke semua jaringan, dapat menembus plasenta
- Ekskresi melalui urine
Penggunaan Klinis:
- Sistemik: analgetik, antipiretik, anti inflamasi, anti gout
- Lokal: keratolitik, counter iritant
- Reaksi merugikan:
- Efek samping: iritasi lambung, alergi
- Toksisitas: salicylisme, hipertermis, gangguan behavior, respirasi alkalosis
Sediaan:
- Acetyl Salicylic Acid (aspirin, acetosal)
- Sodium salisilat
- Salicylamid
- Salicylic acid → sebagai topikal
- Metil salicylat → sebagai topikal
Golongan Asam Organik
- Dibanding aspirin, kurang efektif (sebagai antiinflamasi, analgesik), toksisitasnya lebih kecil
- Efek: analgesik, antipiretik, anti inflamasi, iritasi pada lambung, menghambat sintesa protrombin dan agregasi trombosit
Sediaan:
- Mefenamic acid (Ponstan), Indometacin (Indocin), Ibuprofen (Brufen), Meclofenamat (Meclomen), Fenbufen (Cybufen), Carprofen (Imadil), Diclofenac (Voltaren), Ketoprofen (Profenid)
Golongan Para Amino Fenol
Indikasi:
- Sebagai analgesik dan antipiretik
- Jangan digunakan dalam jangka waktu lama → nefropati analgesik
Sediaan;
- Tablet 500mg
- Sirup 120mg/5ml
Dosis:
- Dewasa: 300 – 1g per kali maksimum 4x
- Anak: 10 mg/kgBB/kali maksimum 4x
Perbedaan dengan salisilat:
- Kurang atau tidak iritasi terhadap gaster
- Tidak mempunyai sifat anti inflamasi
- Tidak mempunyai efek uricosuric
Reaksi merugikan:
- Alergi: eritem, urtikaria, demam, lesi mukosa
- Intoksikasi akut: dizzines, excitement, diorientasi, central lobuler necrosis hepar, renal tubuler necrosis, methaemogloninemia, anemia hemolitik
Reaksi merugikan:
- Intoksikasi kronis: hemolitic anemia, methaemoglobinemia, kelainan ginjal (interatitiel necrosis, papillary necrosis)
Sediaan:
- Fenasetin
- Asetaminofen (Parasetamol)
Golongan Pirazolon
Efek farmakologi:
Efek farmakologi:
- Analgesik →meningkatkan nilai ambang rasa nyeri
- Antipiretik → mempengaruhi termostat
- Anti inflamasi → efeknya lemah
- Kurang iritasi lambung → kecuali fenilbutazon
Reaksi merugikan:
- Agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia, hemolisis, udem, tremor, mual, muntah, perdarhan lambubg, anuria.
Efek merugikan;
- Fenil butazon, Oksifenbutazon: edema (retensio urina), mulut kering, nausea, vomiting, perdarahan lambung, renal tubuler necrosis, liver necrosis, alergi (dermatitis exfoliative), agranulositosis
- Kontra indikasi: ulcus pepticum, hipertensi, (karena sifat retensi air dan natrium) dan alergi
Fenilbutazon: digunakan untuk mengobati artritis rematoid
- Efek antiinflamasinya sama kuat dengan salisilat, serta punya efek uricosuric ringan
- payah jantungà Efek retensi natrium dan klorida menyebabkan edema dan bertambahnya volume plasma
- Diabsorbsi cepat po → kadar maksimum 2 jam
- Indikasi: pirai akut, artritia rematoid, gangguan sendi (spondilitis ankilosa, osteoartritis)
Sediaan:
- Aminopirin (piramidon) dan Antipirin (fenazon) → tidak digunakan lagi (1977) karena toksik → nitrosamin (karsinogenik)
- Fenilbutazon (butazolidin) dan Oksifenbutazon → karena toksisitasnya (koma, trismus, kejang, syok, asidosis metabolik, depresi sumsum tulang, proteinuria, hematuria, oliguria, gagal ginjal, ikterus) digunakan jika obat lain yang lebih aman tidak ada
- Dipiron (antalgin/novalgin): Tablet 500 mg dan larutan suntik 500 mg/ml
- Dipiron: hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik, antiinflamasinya lemah
- Keamanan diragunakan, sebaiknya digunakan secara suntikan
Efek samping dan intoksikasi:
- Agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia (perhatikan penggunaan jangka panjang)
- Hemolisis, udem, tremor, mual, muntah, perdarahan lambung dan anuria
AINS lainnya
- Asam mefenamat dan Meklofenamat → digunakan sebagai analgesik, sebagai anti inflamasi kurang efektif dibanding aspirin, tidak dianjurkan untuk anak, wanita hamil dan pemakaian >7 hari
- Terikat sangat kuat pada protein plasma → perhatikan interaksi dengan antikoagulan
- Efek samping: dispepsia, iritasi lambung, diare, alergi(eritem kulit, bronkospasme), anemia hemolitik
- Dosis: 2-3kali 250-500mg
- Diklofenak: absorbsi cepat dan lengkap
- Efek samping: mual, gastritis, eritema kulit, sakit kepala
- Tidak disarankan pada waktu wanita hamil
- Dosis dewasa; 100 – 150 mg sehari terbagi 2-3 dosis
- Ibuprofen → bersifat analgesik, antiinflamasinya tidak kuat, tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui
- Absorbsi melalui lambung, kadar maksimum 1-2 jam
- Efek samping: saluran cerna (lebih ringan dibanding aspirin), eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia
- Dosis: 4 x 400mg
Piroksikam:
indikasi untuk antiinflamasi sendi (artritis reumatoid, osteoartritis,
spondilitis ankilosa),
- Efek samping: iritasi lambung, pusing, tinitus, nyeri kepala, eritema kulit,
- Tidak dianjurkan pada wanita hamil, ulcus peptikum dan terapi antikoagulan
- Dosis: 10 – 20 mg per hari
Obat Pirai
Ada 2 macam:
- Obat yang menghentikan proses inflamasi akut: kolkisin, fenilbutason, oksifenbutason, indometasin
- Obat yang mempengaruhi kadar asam urat: probenesid, alopurinol dan sulfinpirazon
Kolkisin
- Merupakan alkaloid dari bunga leli (Colchicum autumnale)
- Sifat anti inflamasi-nya spesifik untuk pirai tidak secara umum
- Tidak meningkatkan: ekskresi, sintesis atau kadar asam urat dalam darah
- Indikasi: pirai
- Dosis: 0,5 – 0,6 mg tiap jam sampai gejala akut reda atau gangguan saluran cerna timbul
Alopurinol
- Menurunkan kadar asam urat
- Obat ini bekerja menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin → xantin → asam urat
- Efek samping: reaksi kulit (kemerahan), alergi (demam, menggigil, leukopenia, leukositosis, eosinofilia, artralgia, pruritus)
- Dosis: 200 – 400 mg sehari
2.3.2 Cara Pemberantasan Rasa Nyeri
Ø Menghalangi
pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik perifer atau
oleh anestetik lokal.
Ø Menghalangi
penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anestetik
local.
Ø Menghalangi
pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral (narkotik) atau dengan anestetik
umum.
2.4.
KEGUNAAN DARI
ANALGESIK, ANTIPIRETIK, ANTIINFLAMASI
Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat
mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat
secara sembarangan dapat menyebabkan cacat pada janin. Sebagian obat yang
diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi
janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama dengan kadar dalam
darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat
bersifat toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur
kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum
selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau
bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul
beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika
menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh)
pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada
dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang
mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
·
Secara umum
pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut:
a.
Fase
Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.Pada fase ini obat
dapat member pengaruh buruk atau mingkin tidak sama sekali.Jika terjadi
pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan
(abortus).
b. Fase
Embrional atau Organogenesis,yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu.Pada
fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk pembentukan organ-organ tubuh,
sehingga merupakan fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik
(pengaruh teratogenik). Selama embriogenesis kerusakan bergantung pada saat
kerusakan terjadi, karena selama waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula
mengalami deferensiasi pada waktu yang berbeda-beda. Jika blastula yang
dipengaruhi masih belum berdeferensiasi dan kerusakan tidak letal maka terdapat
kemungkinan untuk restitutio ad integrum. Sebaliknya jika bahan yang merugikan
mencapai blastula yang sedang dalam fase deferensiasi maka terjadi cacat
(pembentukan salah).
· Berbagai
pengaruh buruk yang terjadi pada fase tersebut antara lain:
ü Gangguan
fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian jadi
tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan.
ü Pengaruh
letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
ü Pengaruh sub-letal,tidak
terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik (struktur) pertumbuhan
organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik sendiri berasal dari bahasa
yunani yang berarti monster.
c. Fase Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga
kehamilan.Dalam fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari
janin.Pengaruh buruk senyawa asing bagi janin dalam fase ini dapat berupa
gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi
organ-organ.
Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum di jumpai. Hal ini berkaitan
dengan masalah fisiologis dari si ibu karena adanya karena adanya tarikan
otot-otot dan sendi karena kehamilan maupun sebab-sebab yang lain.Untuk nyeri
yang tidak berkaitan dengan proses radang,pemberian obat pengurang nyeri
biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatife pendek.Untuk nyeri yang
berkaitan dengan proses radang,umunya diperlukan pengobatan dalam waktu
tertentu. Penilaian yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar
dapat ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.
Pemakaian NSAID(Non steroid anti infamantory Drug ) sebaiknya dihindari
pada TM III. Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika
diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus,
gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan
tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir
kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari
perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini
adalah diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac,
asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium
salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai mekanisme lazim
untuk menghambat sintesa prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses
melahirkan, NSAID dapat memperpanjang masakehamilan.
2.5 CONTOH DARI
MASING-MASING OBAT ANALGESIK ANTIPIRETIK, DAN ANTIINFLAMASI
2.5.1 Contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia:
1.
Aspirin menghambat sintesis prostaglandin. Ketika
diberikan kepada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan prematur ductus
arteriousus janin, persalinan dan kelahiran tertunda, meningkatkan waktu
perdarahan pada janin maupun ibu karena efek anti plateletnya.Penggunaan
aspirin yang kronik di awal kehamilan berhubungan dengan anemia pada wanita
hamil. Aspirin terbukti menimbulkan gangguan proses tumbuh kembang janin.
Selain itu, aspirin memicu komplikasi selama kehamilan. Bahkan, kandungan
aspirin masih ditemukan dalam ASI. Tubuh bayi akan menerima 4-8% dosis aspirin
yang dikonsumsi oleh ibu. Penelitina mengatakan bahwa bayi memilim ASI dari ibu
yang mengkonsumsi aspirin berisiko untuk menderita Reye’s Syndrome yang
merupakan suatu penyakit gangguan fungsi otak dan hati. Karenanya, hindari
pemakaian aspirin, terutama selama trimester tiga.
a) Farmakodinamik
Efek Analgesik :
-menghambat sintesis PGE&PGI
Efek Antipiretik :
-memperbaiki fungsi termostat di hypothalamus, hambatan sintesis PGE2
-me ↑ pengeluaran keringat, vasodilatasi perifer
Efek Antiinflamasi :
-hambatan sintesis PGE2 & PGI2
-tidak menghambat migrasi sel
Efek pada darah :
-waktu perdarahan
-hipoprotrombinemia
-platelet disfungsi à menghambat agregasi
Efek pada metabolisme
:
-dosis > à hiperglikemia à glukosuria
Efek
pada kelenjar endokrin :
-dosis > Ã hiperglikemia
-rangs hypothalamus à steroid bebas darah >
Efek pada SSP :
-dosis > Ã intoksikasi
-salisilismus à pusing, bingung, tinitus, vertigo
Efek
anti Gout :
-dosis > (5 gr) à hambt reabs à urikosurik
-dosis < (1-2gr) à hambt sekresi à eks <
Efek
pada G.I. tract :
-iritasi lokal: difusi kembali asam lambung ke mukosa à kerusakan jaringan
-sistemik: hambatan sints PGE 2 & PGI 2 (hambatan sekresi asm lambung
& merangsang sekresi mukus bersifat sitoprotektif)
Efek
pada pernapasan :
-dosis tx à respirasi alkalosis terkompensasi
dosis > → depresi pernafasan
Efek
pd hepar & ginjal :
-hambatan PGE2 Ã gangguan hemostasis ginjal
-SGOT & SGPT ↑ Ã hepatomegali, ikterus
b) Farmakokinetik
Topikal : Asam salisilat; Metil
salisilat
Distribusi :
a. Seluruh jaringan tubuh & cairan transelular
b. Cairan sinovial, spinal, peritoneal, liur, ASI
c. Menembus sawar otak & uri
Metabolisme : di hepar
Ekskresi :
- Urine >>>> - Keringat > - Empedu >
Efek
samping :
-Iritasi lambung
-Allergi
-Kemungkinan peningkatan perdarahan
Penggunaan
klinis :
-Analgesik - Antipiretik
-Demam reumatik akut
-Reumatoid artritis
-Mencegah trombus
Kontra
Indikasi :
-Ulkus peptikum
-Haemophylia
-Allergi
2.
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan
anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik (menghilangkan
rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan anti-inflamasi (mengurangi
proses peradangan). Paracetamol paling aman jika diberikan selama
kehamilan. Parasetamol dalam dosis tinggi dan jangka waktu pemberian yang lama
bisa menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal. sehingga dikategorikan
sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan
analgetik ringan.Parasetamol merupakan contoh obat dalam golongan ini.Beberapa
macam merk dagang, contohnya Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang
nyeri) bisa diperdagangkan dengan merk Bodrex, Panadol, Paramex.
3.
Antalgin
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit
(analgetik) turunan NSAID, atau Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Antalgin
lebih banyak bersifat analgetik. Pemakaiannya dihindari saat hamil TM I dan 6
minggu
terakhir.
4.
Analgesik
Opiate
Pemakaian
obat-obatan analgetika narkotik pada kelahiran kemungkinan dapat menyebabkan
terjadinya depresi respirasi pada janin yang manifest sebagai asfiksia pada
waktu lahir. Namun demikian ternyata berdasar penelitian, morfin sendiri tanpa
disertai dengan faktor-faktor pendorong lain, baik yang berasal dari ibu atau
janin, tidak secara langsung menyebabkan asfiksia. Tetapi hal ini bukan berarti
bahwa obat-obat opiate dapat dipakai begitu saja.dalam proses kelahiran. Risiko
terjadinya depresi kardiorespirasi harus selalu diperhitungkan pada pemakaian
obat-obat analgetika narkotik paada kelahiran.
Kemungkinan lain juga dapat terjadi bradikardi pada neonatus. Petidin merupakan analgetika narkotika yang dianggap paling aman untuk pemakaian selama proses persalinan (obstetric-analgesics). Tetapi kenyataannya bayi-bayi yang lahir dari ibu yang mendapatkan petidin selama proses kelahiran menunjukkan skala neuropsikologik lebih rendah dibanding bayi-bayi yang ibunya tidak mendapatkan obat apapun atau yang mendapatkan anestesi lokal. Sehingga karena alasan ini maka pemakaian petidin pada persalinan hanya dibenarkan apabila anestesi epidural memang tidak memungkinkan.
Pemakaian analgetika narkotik selama kehamilan atau persalinan dapat mengurangi kontraktilitas uterus sehingga memperlambat proses kelahiran. Terhadap ibu, karena depresi fungsi otot polos dapat terjadi penurunan motilitas usus dan stasis lambung dengan segala konsekuensinya.
Penyalahgunaan obat-obat analgetika narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan ketergantungan pada janin dalam kandungan. Hal ini akan manifest dengan munculnya gejala –gejala withdrawl pada bayi yang baru lahir. Gejala-gejala tersebut meliputi muntah, diare, tremor, mudah terangsang sampai kejang.
5.
Ibuprofen
Merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan
banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak
terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan
diminum oleh wanita hamil dan menyusui.
2.5.2 Contoh
Obat – Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru
Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan
dalam 7 kelompok besar :
1. Derivat asam
propionate
2. Derivat
inidol
3. Fenamat
4. Asam
pirolalkanoat
5. Derivate
Pirazolon
6. Aksikam
7. Asam
salisilat
Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID mempunyai mekanisme yang sama dengan aspirin,
terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin.
Proses
inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit,
basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh
darah terhadap bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari
limfosit T dan meniadakan vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat
sintesis protrombin, walau derajatnya berbeda-beda. Mereka semua juga :
1.
Analgesik
2.
Antiinflamasi
3.
Antipiretik
4.
Menghambat
agregasi platelet
5.
Menyebabkan
iritasi lambung
6.
Bersifat
nofrotoksik
1. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat.
Pada dosis 2400 mg, efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis
lebih rendah, hanya efek analgesiknya yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya
sedikit. Waktu paro 2 jam , metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa di ubah.
2. Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2
jam . Dosis anti atritis (inflamasi) ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek
smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis, interik, nausea, dispepsi,
udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan kardiovaskuler.
3. Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih
toksik dari aspirin, tetapi efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga
penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di hati. Waktu paro serum 2 jam.
4. Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah
oleh enzim hati menjadi sulfide, duraksi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi
buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga terjadi sindrom
Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik. Dosis
rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.
5.
Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma
darah 30-60 menit, waktu paro 2 jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam
bentuk konjungasi glukuronid. Efek sampingnya menyerupai obat NSAID lain,
nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang lain.
Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan
efekasinya pada anak. Dosis untuk atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari,
terbagi dalam 4 dosis.
6.
Asam
Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi
sebagai antiinflamasi kurang kuat disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat
ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari 1 minggu dan tidak
diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya 250 mg.
7.
Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai
aspirin dalam efektivitasnya terhadap arthritis rematoid dan osteortritis pada
penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya pendek 1 jam. Rata-rata dosis
dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari
8.
Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek
antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di temukan berbagai pengaruh buruknya
seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitik, sindrom
nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif
serta nekrosis hepar dan tubuler ren.
9.
Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya
cukup sekali sehari. Obat ini cepat diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam
konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari kadar puncaknya. Keluhan
gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk lainnya ialah
dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit
10. Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam
salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah 8-12 jam dan mencapai steady state
setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai efek analgesik dan
antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri
dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain
11. Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat
sikloogsigenase-2 selektif (COX-2). Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam
mempunyai efek samping pada saluran gastrointestinal lebih renfdah di banding
dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan antiinflamasi, analgetik dan
antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan perbedaan dalam hal
efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan
sesudah pengobatan.
2.5.2 Contoh
Obat-Obat AntiInflamasi
NSAID dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
1.
golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam
asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium salisilat, salisil salisilat, dan
salisilamid)
2.
golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak,
indometasin, proglumetasin, dan oksametasin)
3.
golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya
ibuprofen, alminoprofen, fenbufen, indoprofen, naproxen, dan ketorolac),
4.
golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam
mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat)
5.
golongan turunan pirazolidin (diantaranya
fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan fenazon)
6.
golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan
meloksikam),
7.
golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),
8.
golongan sulfonanilida (nimesulide)
9.
golongan lain (licofelone dan asam lemak omega
3).
Secara umum, NSAID diindikasikan untuk merawat gejala penyakit berikut: rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, encok akut, nyeri haid, migrain dan sakit
kepala, nyeri setelah operasi, nyeri ringan hingga sedang pada luka jaringan,
demam, ileus, dan renal colic.
NSAID merupakan golongan obat yang relatif aman, namun ada 2 macam efek
samping utama yang ditimbulkannya, yaitu efek samping pada saluran pencernaan
(mual, muntah, diare, pendarahan lambung, dan dispepsia) serta efek samping
pada ginjal (penahanan garam dan cairan, dan hipertensi). Efek samping ini
tergantung pada dosis yang digunakan.
Obat anti
inflamasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu:
1. Glukokortikoid
(Golongan Steroidal) yaitu anti inflamasi steroid. Anti Inflamsi steroid memiliki
efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta
penghambatan aktivitas fosfolipase. contohnya gologan Prednisolon.
2. NSAIDs (Non
Steroidal Anti Inflammatory Drugs) juga dikenal dengan AINS (Anti Inflamasi Non
Steroid) NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak
enzim lipoksigenase. Contoh Obat AntiInflasmasi golongan NSAIDs adalah Turunan
Asam Propionat (Ibuprofen, Naproxen), Turunan Asam Asetat (Indomethacin),
Turunan Asam Enolat (Piroxicam).
Obat AntiInflamasi pada umumnya bekerja pada enzim
yang membantu terjadinya inflamasi, Namun Pada umumnya Obat Antiinflamasi
bekerja pada enzim Siklooksigenase (COX) baik COX1 maupun COX2
Mekanisme Kerja
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat
menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim
siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform
tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara
garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi
normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, salurancerna dan trombosit. Di
mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat
sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi berbagai
stimulusinflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan
(growth factors).
Ternyata COX-2
juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskulardan pada
proses perbaikan jaringan. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 dari
pada COX-2. Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk
pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna
dan pendarahan. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi pada
lingkungan yang rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga
menghambat isoenzim COX-3,suatu variant dari COX-1. COX-3 ini hanya terdapat di
otak. Aspirin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus aktiv serin dari
COX-1, trombosit sangat rentan terhadap enzim karena trombosit tidak mampu
mensintesis enzim baru. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk
menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu
8-11 hari. Ini berarti bahwa pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk
fungsi pembekuan darah aktivitas siklooksigenase mencukupi sehingga
pembekuan darah tetap dapat berlangsung. Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik,
analgesik, dan antiinflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat
tersebut, misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan
analgesik tetapi sifat antiinflamasinya lemah sekali. Sebagai antipiretik, obat
mirip-aspirin akan menurunkan suhu badan dalam keadaan demam.
Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek
antipiretik ,tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena sifat toksik
bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis
bahwa COX yang ada di sentral otak terutamaCOX-3 dimana hanya parasetamol dan
beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik
lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut
menghambat enzim siklooksigenase (COX 2), dapat memproduksi leukotrien,
sehingga produksi prostaglandin turun, jumlah prostaglandin turun sehingga set
point mengatur suhu tubuh. Obat: paracetamol, peroksikam, fenilbutazon,
diklofenak, ibuprofen(neoremasil), metamizol (antalgin), asetosal (aspirin), indometasin,
dan naproxen.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
1. a. Analgesik adalah obat yang mengurangi
atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
b.
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh
yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri
dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
c.
Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
peradangan
2. Umumnya cara
kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter
tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa
neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal"
nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.
3. Macam-macam
analgesik ada 2 macam, yaitu: Analgesik Narkotik dan Analgesik Non-Narkotik. Analgesik
Narkotik merupakan turunan poium yang berasal dari tumbuhan Papaver
somniferum atau dari senyawa sintetik. Sedangkan Analgesik Non-Narkotik tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat ini dinamakan juga
analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak
menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan
4. Penggunaan
obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus
diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat
menyebabkan cacat pada janin. Jadi penggunaan Analgesik-Antipiretik harus
benar-benar konsul terlebih dahulu dan menggunakan resep dokter.
5. a. Contoh Obat Analgesik Narkotik sekarang
masih digunakan di Indonesia :
- Morfin HCL,
- Kodein
(tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
- Fentanil
HCL,
- Petinidin,
dan
- Tramadol.
b.Obat-obat Analgesik Non-Narkotik disebut juga
sebagai obat Analgesik-Antipiretik (Obat- obat ini dinamakan juga analgetika
perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan
kesadaran atau mengakibatkan ketagihan, Semua analgetika perifer juga memiliki
kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut
juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat
pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di
kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak
keringat. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik
adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol).
3.1 SARAN
1. Untuk obat
analgesik-antipiretik , dianjurkan jangan terlalu mengkonsumsi obat ini secara
berlebihan dikarenakan dapat menyebabkan ketergantungan bagi pemakainya.
2. Dan untuk
obat anti inflamasi pengguna juga di harapkan tidak terlalu berlebihan atau
ketergantungan karena mekanisme kerja obat ini dapat menyebabkan terjadinya
perubahan kerja enzim.
3. Obat-Obat
NSID, selain Obat parasetamol tidak disarankan untuk digunakan oleh wanita hamil,
terutama pada trimester ketiga. Namun parasetamol dianggap aman digunakan oleh
wanita hamil namun harus diminum sesuai aturan karena dosis tinggi dapat
menyebabkan keracunan hati.
DAFTAR
PUSTAKA
Latief. S. A,
Suryadi K. A, dan Dachlan M. R, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi II,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI, Jakarta, Juni, 2001, hal ;
77-83, 161.
Sardjono,
Santoso dan Hadi rosmiati D, Farmakologi dan Terapi, bagian farmakologi
FK-UI, Jakarta, 1995 ; hal ; 189-206.
Samekto
wibowo dan Abdul gopur, Farmakoterapi dalam Neuorologi, penerbit salemba
medika, 1995; hal : 138-14
Katzung,
B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Widodo, Samekto
dan Abdul Gofir . 2001. Farmakoterapi dalam Neurologi . Jakarta :
Salemba Medika
Deglin,
Judith Hopfer . 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta : EGC